dokumen program pengembangan kewirausahaan

JamilatusSa'diyah. ENWEX Programme: Program Enterpreneurship Berbasis Work Experience Untuk Mengembangkan Jiwa Kewirausahaan Generasi Muda Muhammad Saefi, Rinda Annisaa, Jamilatus Sa'diyah. Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang Abstrak Menurut kriteria PBB, suatu negara akan mampu membangun apabila memiliki wirausahawan sebanyak 2% dari kewirausahaandi SMK juga rata-rata dipersepsikan baik oleh para guru, namun dalam realitasnya banyak SMK belum memiliki rodmap yang jelas tentang pengembangan kewirausahaan di SMK. Jejaring dengan dunia industri yang masih rendah menyebabkan pembelajaran kewirausahaan di sekolah tidak efektif. Oleh karena itu DownloadDokumen Program Pengembangan Kewirausahaan. Type: PDF. Date: September 2020. Size: 109.5KB. Author: smp pgri626. This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA. DokumenProgram Pengembangan Kewirausahaan. smp pgri626. Program Inovasi Madrasah Atau Rencana Pengembangan Madrasah (Rpm) asmaul husna. Forum Komunikasi Dengan Lembaga Pddk Lain Dan Ortu Siswa. asmaul husna. PROGRAM PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN. Ayunda Mas'Ulah. PEMANFAATAN HASIL INOVASI & KREATIVITAS.xlsx. PROGRAMKEWIRAUSAHAANSD JETIS PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BERBASIS KREATIVITAS DAN INOVASI DI LINGKUNGAN SD JETIS Tahun 2020 A. Latar Belakang Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 pasal 20 ayat (1) dan ayat (3) pada intinya menyebutkan bahwa tenaga kependidikan yang akan ditugaskan untuk bekerja mengelola satuan pendidikan dipersiapkan melalui pendidikan khusus. Rencontre Avec Des Hommes Remarquables Youtube. 74% found this document useful 23 votes27K views20 pagesDescriptionDokumen Program Pengembangan KewirausahaanCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?74% found this document useful 23 votes27K views20 pagesDokumen Program Pengembangan KewirausahaanJump to Page You are on page 1of 20 You're Reading a Free Preview Pages 8 to 18 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Area kompetensi lulusan SMK adalah kemampuan kewirausahaan. Hal tersebut sejalan dengan pembangunan ekonomi negara berkembang. Pembangunan pada umumnya dilakukan dengan tujuan untuk memciptakan kemaslahatan ekonomi yang hasilnya bisa dirasakan masyarakat. Salah satu bentuk kewirausahaan di SMK adalah mendorong lulusan SMK untuk mampu membuka Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, UMKM merupakan stimulan perekonomian yang sangat penting. Krisis ekonomi yang melanda dunia termasuk Amerika Serikat hampir tidak dirasakan Indonesia yang perekonomiannya didominasi UMKM. Namun demikian, dinamika perkembangan ekonomi yang pesat, perlu dilakukan kajian sebaran tenaga kerja yang bekerja pada UMKM. Hal ini untuk memberikan gambaran sektor-sektor UMKM yang banyak didirikan sehingga pemerintah dapat menyiapkan sumber daya manusianya. Tujuan kajian ini adalah menganalisa karakteristik pelaku UMKM di Indonesia dan mengetahui profil wirausaha-wirausaha pada UMKM di Indonesia. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa pelaku UMKM di Indonesia mencakup 99% sebagai pendiri perusahaan dan termasuk ke dalam kategori "mikro" sebesar 69%. Responden pada penelitian ini adalah 49% pendiri UMKM laki-laki dan 51% perempuan. Dilihat dari segi usia, peta pelaku UMKM di Indonesia menunjukkan sedikit kesenjangan antara yang lebih muda umur 35 kebawah sebesar 40% dibandingkan dengan pendiri yang lebih tua umur 35 keatas sebesar 60%. Namun dari tingkat pendidikannya, kesenjangannya cukup berarti dengan figur yang memiliki gelar sarjana ke atas hanya 15%, selebihnya secara mayoritas berpendidikan sekolah menengah, yang konsistensi angka partisipasi dalam pendidikan sekolah menengah yang ada. Pelaku sektor UMKM yang terbesar yaitu pada tiga sektor, eceran atau grosir 26,2%, bahan atau manufaktur 24,8% dan restoran atau layanan makanan dan minuman 22,6% Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN SMK PROFIL PELAKU USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH UMKM DI INDONESIA Susunan Dewan Redaksi VOCATIONAL EDUCATION POLICY, WHITE PAPER ISSN 2685-5739 Volume 1 Nomor 5 Tahun 2019 Dewan Redaksi Penanggung Jawab Direktur PSMK, Dr. M. Bakrun, Ketua Redaksi Kasubdit Program dan Evaluasi, Arie Wibowo Khurniawan, Redaksi Pelaksana Chrismi Widjajanti Arfah Laidiah Razik Farid Prasetyo Adi Muhammad Abdul Majid Ahmad Rofiuddin Syafaa Editor Gustriza Erda, Fotografi, Desain & Artistik Ari Muhammad Raidinoor Dzorif Fadlan Online Redaksi Muhammad Herdyka Mitra Redaksi Editorial Advisory Board 1. Prof. Dr. Waras Kamdi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Malang 2. Prof. Dr. Suwarna, Universitas Negeri Yogyakarta 3. Hamid Muhammad, Universitas Negeri Jakarta 4. Dr. Ima Ismara, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta 5. Irmawaty, SE., Universitas Terbuka Alamat Redaksi dan Distribusi Redaksi VOCATIONAL EDUCATION POLICY, WHITE PAPER Gedung E Lantai 12-13 Kompleks Kemendikbud Jalan Jenderal Sudirman Senayan Jakarta 10270 Telp. 021 – 5725477 Hunting 5725471-74 Fax. 021 – 5725049 Laman Surel PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN SMK PROFIL PELAKU USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH UMKM DI INDONESIA Arie Wibowo KhurniawanAbstrak. Area kompetensi lulusan SMK adalah kemampuan kewirausahaan. Hal tersebut sejalan dengan pembangunan ekonomi negara berkembang. Pembangunan pada umumnya dilakukan dengan tujuan untuk memciptakan kemaslahatan ekonomi yang hasilnya bisa dirasakan masyarakat. Salah satu bentuk kewirausahaan di SMK adalah mendorong lulusan SMK untuk mampu membuka Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, UMKM merupakan stimulan perekonomian yang sangat penting. Krisis ekonomi yang melanda dunia termasuk Amerika Serikat hampir tidak dirasakan Indonesia yang perekonomiannya didominasi UMKM. Namun demikian, dinamika perkembangan ekonomi yang pesat, perlu dilakukan kajian sebaran tenaga kerja yang bekerja pada UMKM. Hal ini untuk memberikan gambaran sektor-sektor UMKM yang banyak didirikan sehingga pemerintah dapat menyiapkan sumber daya manusianya. Tujuan kajian ini adalah menganalisa karakteristik pelaku UMKM di Indonesia dan mengetahui profil wirausaha-wirausaha pada UMKM di Indonesia. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa pelaku UMKM di Indonesia mencakup 99% sebagai pendiri perusahaan dan termasuk ke dalam kategori "mikro" sebesar 69%. Responden pada penelitian ini adalah 49% pendiri UMKM laki-laki dan 51% perempuan. Dilihat dari segi usia, peta pelaku UMKM di Indonesia menunjukkan sedikit kesenjangan antara yang lebih muda umur 35 kebawah sebesar 40% dibandingkan dengan pendiri yang lebih tua umur 35 keatas sebesar 60%. Namun dari tingkat pendidikannya, kesenjangannya cukup berarti dengan figur yang memiliki gelar sarjana ke atas hanya 15%, selebihnya secara mayoritas berpendidikan sekolah menengah, yang konsistensi angka partisipasi dalam pendidikan sekolah menengah yang ada. Pelaku sektor UMKM yang terbesar yaitu pada tiga sektor, eceran atau grosir 26,2%, bahan atau manufaktur 24,8% dan restoran atau layanan makanan dan minuman 22,6%. Kata Kunci Kewirausahaan SMK, Statistika Deskriptif, UMKMPENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat Sukirno 1994. Menurut Lincolin 1997, pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP/GNP tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, dan apakah terjadi perubahan struktur ekonomi atau tidak. Kepala Subdit Program dan Evaluasi, Direktorat Pembinaan SMK, Ditjen Dikdasmen, Kemdikbud Staf Subdit Program dan Evaluasi Konsultan Subdit Program dan Evaluasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM merupakan stimulan perekonomian pada negara berkembang. Selain telah terbukti tahan terhadapa krisis ekonomi dunia, UMKM memiliki keunggulan-keunggulan lain dibandingkan dengan usaha besar seperti 1 Inovasi dalam teknologi terbukti dengan mudah dapat dilakukan dalam pengembangan produk; 2 Berbasis sumber daya lokal sehingga dapat memanfaatkan potensi secara maksimal dan memperkuat kemandirian suatu wilayah; 3 Kemampuan menciptakan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja cukup banyak; 4 Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar dengan cepat dibandingkan dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya terbelenggu pada birokratis yang dimilikinya; 5 Terdapat dinamisme manejerial dan peranan kewirausahaan; 6 Dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal sehingga mampu mengembangkan sumber daya manusia; 7 Tersebar dalam jumlah yang banyak sehingga merupakan alat pemerataan pembangunan yang efektif Azrin, 2004. Kajian UMKM di Indonesia dikembangkan oleh The Evidence Network TEN. The Evidence Network TEN didirikan pada tahun 2009 oleh Dr. Brian Barge dan Dr. Margaret Dalziel, dan berfokus pada melakukan penilaian dampak untuk enabler inovasi, baik besar dan kecil, di seluruh Amerika Utara, Eropa, dan Asia. TEN telah memberikan penilaian terhadap inovasi yang memungkinkan organisasi yang berkisar dari program inkubator bisnis, organisasi penelitian dan pengembangan, hingga program pendanaan inovasi, dan pengembangan ekonomi. Dalam kenyataannya, perusahaan termasuk UMKM merupakan sebuah produk dari beberapa lingkungan. Sedangkan untuk mempertahankannya harus dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang berubah-rubah. Lingkungan merupakan segala sesuatu yang berada di luar organisasi Robbins, 1994. Lingkungan tidak sebatas lingkungan internal organisasi saja, namun terdapat lingkungan eksternal dan lingkungan industri. Lingkungan eksternal terdiri dari unsur-unsur yang berada di luar organisasi, yang relevan terhadap kegiatan organisasi itu Stoner, 1996. Lingkungan industri memiliki pengaruh langsung terhadap daya saing strategis dan laba UMKM di atas rata-rata. Intensitas persaingan dan potensi laba merupakan fungsi dari lima kekuatan kompetitif dan lingkungan internal ini dimungkinkan untuk dikendalikan oleh para pelaku bisnis, sehingga dapat diarahkan sesuai dengan keinginan UMKM dalam upaya meningkatkan pertumbuhan usaha. Menurut Suprapto dalam Setiawan, 2010 pertumbuhan perusahaan adalah peningkatan ukuran usaha dan adanya ekspansi operasi perusahaan melalui pengelolaan kekuatan yang ada dalam perusahaan dalam kurun waktu tertentu. Kajian terhadap karakteristik pelaku UMKM perlu dilakukan diantaranya tentang sebaran tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan tersebut. Hal ini akan memberikan gambaran sektor-sektor yang banyak didirikan sehingga pemerintah dapat menyiapkan sumber daya manusianya. Selain tentang sebaran sektor UMKM, profil tentang wirausaha juga diperlukan untuk memberikan motivasi kepada lulusan SMK di Indonesia untuk membuka lapangan pekerjaan. Dari uraian di atas maka kajian ini akan membahas profil, pertumbuhan dan tantangan pelaku UMKM di Indonesia. Tujuan Tujuan pada kajian ini adalah 1. Mengetahui profil pelaku UMKM di Indonesia secara umum, dan 2. Menganalisa karakteristik UMKM di Indonesia sebagai bahan masukkan kebijakan pengembangan kewirausahaan SMK. Manfaat Manfaat pada kajian ini adalah 1. Memberikan dasar penentuan kebijakan dalam mempersiapkan sumber daya manusia khususnya lulusan SMK yang sesuai pada sektor UMKM yang dibutuhkan 2. Memberikan motivasi kepada para penggiatn SMK di Indonesia untuk mendorong siswa SMK untuk mampu berwirausaha baik mandiri maupun melalui UMKM sehingga mampu berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi akan semakin meningkat. METODE KAJIAN Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari The Asia Pacific Foundation Of Canada APF Canada. APF Canada mengumpulkan 448 pelaku UMKM melalui tatap muka wawancara di berbagai daerah di Indonesia. Populasi survei dipilih secara acak melalui jaringan yang ada yang diidentifikasi oleh TEN, dan termasuk jaringan UMKM yang diidentifikasi dalam Survei Global Entrepreneurship Monitor 2016 tentang Indonesia. Populasi sampel mencakup beragam wilayah di Indonesia, dengan konsentrasi tertinggi UMKM di ibukota Jakarta. Data survei telah dikontekstualisasikan dalam laporan ini dengan informasi dari penelitian dilakukan oleh berbagai organisasi dan pakar internasional dan regional. Analisis Data Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Statistika deskriptif. Analisis deskriptif merupakan salah satu analisis statitiska yang menampilkan data sehingga mempunyai informasi yang bermakna. Analisis ini digunakan untuk melihat sebaran dari sektor-sektor UMKM dan profil pelakunya. Sebaran terkait umur, pendidikan, jenis usaha dan lainnya dari responden yang diamati. HASIL DAN PEMBAHASAAN Pelaku UMKM di Indonesia melalui responden yang ada terindikasikan bahwa 99% meupakan pendiri perusahaan mereka. Dilihat dari skala UMKM, sebagian besar atau 69% termasuk dalam kategori "mikro", dengan pendapatan tahunan kurang dari Rp300 juta. Gambar 1. Karakteristik pendapatan UMKM Dari total responden, 49% pendiri UMKM adalah laki-laki dan selebihnya atau 51% perempuan. Dilihat dari faktor usia, pelaku UMKM di Indonesia tidak menunjukkan kesenjangan yang berarti, pelaku UMKM dengan usia kurang dari 35 tahun sebesar 40% dibandingkan dengan pendiri yang lebih tua atau usia diatas 35 tahun sebesar 60%. Meskipun setengah dari populasi Indonesia berusia di bawah 30 tahun, orang muda Indonesia menghadapi tingkat pengangguran yang tinggi secara tidak proporsional. Secara sistemik kondisi di Indonesia tidak memberikan dukungan kuat bagi kaum muda untuk masuk ruang UMKM, dengan komunitas dan keluarga memberikan penekanan kuat memasuki karier yang stabil seperti pegawai negeri, kedokteran, hukum, dan teknik. Revenuepra-pendapatandibawah 300 milyar300- milyar1 milyarLebih dari MilyarTidak Tahu Selanjutnya, Indonesia tidak memiliki kekuatan pendukung yang mendukung kegiatan dan inovasi UMKM maupun kewirausahaan dari usia muda, seperti kursus kewirausahaan di sekolah menengah atau pusat inovasi. Sementara inovasi kewirausahaan muncul, mayoritas dari mereka terkonsentrasi di 2. Karakteristik pelaku UMKM di Indonesia Dalam hal pengalaman luar negeri atau internasional, pelaku UMKM di indonesia tercatat hanya sebanyak 2% dari responden yang ada. Pengalaman internasional secara luas didefinisikan sebagai belajar, bekerja, atau berpartisipasi dalam pelatihan pengembangan keterampilan di luar Indonesia. Potret ini menunjukkan bahwa pelaku UMKM di Indonesia tidak terhubung dengan baik ke jaringan pengetahuan Internasional yang diyakini dapat bermanfaat bagi usaha mereka dan pertumbuhannya di masa depan. Dilihat dari latar belakang pendidikannya, pelaku UMKM di Indonesia yang memiliki gelar sarjana atau yang lebih tinggi hanya 15%. Mayoritas latar pendidikan pendidikan adalah bersertifikat atau lulusan sekolah menengah termasuk dari Sekolah Menengah Kejuruan SMK, konsisten atau selaras dengan peningkatan angka partisipasi dalam pendidikan sekolah menengah yang ada. Tingkat penyelesaian sekolah menengah di Indonesia telah naik dari 40% menjadi 47% dari 2010 hingga 2015 secara nasional OECD 2017, namun terindikasi mempunyai peringkat yang rendah dalam hal pelatihan usaha atau kewirausahaan di semua tingkatan sekolah Global Entrepreneurship Monitor 2016. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud sangat responsive terhadap keadaaan tersebut di atas. Sesuai dengan tupoksi, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat PSMK telah melakukan langkah-langkah stategis melalui 1 pengembangan dan penerapan model pembelajaran Teaching Factory TeFa; dan 2 menambah mata pelajaran baru pada kurikulum SMK yaitu Produk Kreatif dan Kewirausahaan PKK. Dengan TeFa atau pembelajaran berbasis produk barang/jasa dari persiapan, proses hingga menjualnya ke masyarakat dilakukan oleh anak didik sepenuhnya guru hanya sebagai fasilitator. Hal tersebut menggambarkan proses usaha utuh dimana anak didik dapat melakukannya setelah lulus, baik dengan menciptakan usaha/pekerjaan sendiri maupun secara berkelompok dalam bentujk UMKM sesuai kompetensi yang dipelajarinya. 49% 51%40%60%15%2%0%10%20%30%40%50%60%70%Laki-laki Perempuan Usia 34 kebawahUsia 35 keatasGelar Sarjana PengalamanInternasionalJumlah %Kategori Sedangkan mata pelajaran PKK khusus dirancang untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan dan kemampuan berkreasi anak didik tidak terbatas pada kompetensi keahlian yang dipelajarainya namun lebih kepada kebutuhan pasar. Dengan terobosan ini, lulusan SMK diharapkan mudah mengisi kebutuhan tenaga kerja, usaha dan semua sektor-sektor UMKM yang 3. Pengalaman kerja pengusaha pada UMKM di IndonesiaPada gambar 3 di atas dapat diketahui bahwa berdasarkan pengalaman kerja, hanya 32 % pelaku UMKM di Indonesia yang memiliki pengalaman kerja selama 5 lima tahun atau lebih. Selebihnya, 46% memiliki pengalaman kerja kurang dari 5 lima tahun yang bermanfaat di bidang usahanya atau UMKM, dan 21% sama sekali tidak memiliki pengalaman kerja yang dapat mendukung usahanya. Dalam hal gender atau jenis kelamin pelaku UMKM, perempuan lebih berhasil menjalankan usaha UMKM walaupun tanpa pengalaman kerja jika dibandingkan dengan laki-laki dengan perbandingan prosentasi 27% dan 14%. Gambar 4. Karakteristik sektor-sektor pada UMKM di Indonesia 1%21%46%25%7%PengalamanKerjaSaya bukan pendiriTidak ada pengalamanpekerjaanKurang dari 5 tahun5-10 tahunLebih dari 10 dan BudayaLayanan KeuanganPerikananNon Profit dan sosialPertanianEnergi, Pertambangan atau KehutananEntertainmentKesehatan, Medis, BioteknologiHotel dan AkomondasiPariwisataLayanan PendidikanTransportasi dan LogisticSoftwareKontruksiLingkunganInformasi atau Komunikasi HardwareProfesional atau layanan BisnislainnyaPengolahan MakananResturant atau food dan layanan bavaragebahan atau manufakturEceran atau grosirJUMLAH % Dilihat dari sektoral pada gambar 4 di atas, hampir ¾ tiga perempat atau 73,6% pelaku UMKM di Indonesia berada di 3 tiga sektor. Perdagangan; eceran atau grosir 26,2%; Manufaktur bahan 24,8%; dan Pariwisata restoran atau layanan makanan dan minuman 22,6%. Kurang dari 1% pada sektor pertanian. Namun, statistik nasional menunjukkan 42% UMKM di Indonesia berada di “pertanian, peternakan, kehutanan, dan Perbedaan ini mungkin karena dua hal, pertama, beberapa responden survei dalam kategori pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan berasal dari industri pengolahan makanan yang paling dominan USAID 2012, kedua, sebagian besar responden diambil dari perkotaan di berbagai wilayah, oleh karena itu mungkin belum sepenuhnya mewakili daerah pedesaan, yang dominan secara pertanian. Gambar 5 Karakteristik responden pada sektor UMKM di Indonesia Responden yang merupakan pengusaha/ wirausaha perempuan merupakan mayoritas pendiri UMKM dalam empat industri teratas, dengan pengecualian bahan atau manufaktur. Dalam sektor industri-industri ini tidak terdapat kesenjangan yang berarti antara generasi yang lebih muda di bawah 35 tahun dan generasi yang lebih tua lebih dari 35 tahun dengan komposisi prosentase 40 % berusia muda, dan 60 % berusia tua. Hal ini merupakan gambaran kesenderungan di semua industri yang di survei. Indonesia adalah negara muda dengan usia rata-rata 27,9 tahun Central Intelligence Agency 2018, menyediakan lingkungan yang memungkinkan bagi orang muda untuk berkecimpung dan berhasil dalam UMKM. Pemerintah harus mempunyai kebijakan strategis demi kemajuan ekonomi dan mengantisipasi faktor-faktor sosial dan ekonomi untuk mendukung wirausahawan muda di bawah 35, sehingga TeFa dan PKK merupakan kebijakan strategis untuk mencapainya. SIMPULAN DAN REKOMENDASI Simpulan Pengusaha dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM di Indonesia mencakup 99% adalah pendiri perusahaan dan termasuk ke dalam kategori "mikro" sebesar 69%. Dari total responden, 49% yang adalah pendiri UMKM laki-laki dan 51% perempuan pendiri UMKM. Pengusaha dan UMKM di Indonesia tidak menunjukkan kesenjangan yang berarti antara yang pelaku yang berusia lebih muda usia 43%37%30%46%57%63%70%54%58%59%48%55%43%41%52%45%Pengolahan MakananRestoran atau makanan atau layananbaverageBahan dan ManufakturEceran atau GrosirUsia 34 ke bawah Usia 35 ke atas Perempuan Laki-laki kurang dari 35 tahun sebesar 40% dibandingkan dengan pendiri yang lebih tua usia lebih dari 35 tahun sebesar 60%. Tingkat pendidikan pengusaha dan UMKM di Indonesia ditengarai sangat sedikit yang memiliki gelar sarjana atau lebih tinggi atau hanya 15%. Mayoritas pencapaian pendidikan tertinggi adalah sekolah menengah, konsisten dengan peningkatan angka partisipasi dalam pendidikan sekolah menengah yang ada. Tiga sektor UMKM yang terbesar yaitu Perdaganganeceran atau grosir 26,2%, Manufaktur bahan 24,8% dan Pariwisata restoran atau layanan makanan dan minuman 22,6%. Rekomendasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM di Indonesia merupakan salah satu pendukung untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nasional. Keberadaan UMKM secara langsung akan mengurangi pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat luas. Peran SMK perlu dimaksimalkan terutama penerapan model pembelajaran Teachinfg Factory TeFa dan diajarkannya mata pelajaran Produk Kreatif dan Kewirausahaan PKK di SMK guna memperoleh sumber daya manusia yag handal dan berkualitas. DAFTAR PUSTAKA Central Intelligence Agency. 2018. The World Factbook. publications/the-world-factbook/fields/ Faisal. 2002. Kalau Begitu, Saya Berani Berwirausaha. Jakarta Bina Rena Pariwara. Lincolin A. 1997. Ekonomi Pembangunan Edisi ketiga. Yogyakarta. Bagian Penerbitan STIE YKPN. OECD. 2017. Education at a Glance 2017. Robbin SP. 1994. Organization Theory, Structure, Design, and Application. Third Edition. New Jersey Prentice-Hall Inc. Setiawan P. 2010. Entrepreneurial orientation pada industri kreatif di jawa timur dan Pengaruhnya terhadap pertumbuhan perusahaan. Skripsi. Universitas Kristen Petra. Stoner JAF. 1996. Manajemen Terjemahan. Jakarta Penerbit Erlangga. Sukirno S. 2005. Pengantar Makro Ekonomi. Jakarta. Raja Grafindo Persada. USAID. 2012. “A Snapshot of Indonesian Entrepreneurship and Micro, Small, and Medium Sized Enterprise ... Disamping itu, rendahnya minat para pelaku UMK untuk mengurus izin usaha disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya legalitas usaha dan manfaat memiliki izin usaha serta kurangnya pengetahuan mengenai syarat dan tata cara pengajuan izin usaha Nugrahenti et al., 2021 dan rendahnya tingkat pendidikan Khurniawan et al., 2019. Dari jumlah UMK sebanyak ...Iwan Setyawan Rudi LaksonoJunias Robert GultomNoga merupakan jenis makanan ringan tradisional yang diproduksi oleh anggota kelompok Tani Mukti di Desa Sukajadi, Kabupaten Bogor. Produk Noga ini sudah menjadi ikon desa dan memiliki potensi untuk memperluas pasar sasarannya, tetapi terkendala oleh belum adanya legalitas usaha. Mitra tidak begitu mengerti mengenai pentingnya dan manfaat memiliki izin usaha. Disamping itu mitra juga tidak memahami proses pengurusan izin usaha tersebut dan awam teknologi ketika harus mendaftar melalui sistem OSS. Tujuan dari kegiatan pengabdian ini untuk memberikan pemahaman mengenai manfaat memiliki izin berusaha bagi usaha mitra, memetakan posisi dan kelompok klasifikasi usaha mitra serta untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha NIB. Metode kegiatan yang digunakan, pertama adalah metode sosialiasi yang digunakan untuk mengedukasi mitra mengenai pentingnya dan manfaat memiliki izin berusaha. Kedua metode self-assessment untuk menilai posisi dan kelompok klasifikasi usaha mitra. Terakhir, metode pendampingan untuk mengurus Nomor Induk Berusaha NIB. Hasil dari kegiatan pengabdian masyarakat ini, mitra mampu memahami dan menyadari pentingnya dan manfaat dari memiliki izin berusaha bagi perkembangan dan keberlangsungan usahanya di masa yang akan datang. Atas kesadaran tersebut, mitra memiliki keinginan yang kuat untuk memperoleh izin berusaha dan mitra bersedia diberikan pendampingan dalam proses pengurusan izin berusaha tersebut. Hasil self-assessment menempatkan posisi usaha mitra berada dalam kategori usaha berisiko rendah dan masuk dalam kelompok klasifikasi usaha mikro dan kecil sehingga izin berusaha yang harus dimiliki adalah NIB. Hasil pendampingan pengurusan izin berusaha saat ini mitra memiliki NIB. Pendekatan yang tepat mampu meningkatkan motivasi mitra untuk mengurus izin berusaha, sehingga dalam waktu yang relatif singkat, mitra mendapatkan NIB.... SPW is a learning model for developing student skill set on entrepreneurship through the real experience of entrepreneurs learning in school subject Produk Kreatif dan Kewirausahaan PKKWU and digital communication simulation [4]. The purpose of SPW is to develop student intention and creativity in entrepreneurship beyond their vocational skill [5]. ...... Sekolah Menengah Kejuruan SMK merupakan salah satu bentuk pendidikan formal di Indonesia yang memiliki kurikulum mengacu pada pemenuhan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri DU/DI Thahara, Mulyadi, & Utama, 2016 diakses 13/11/2019, Tujuan dari penyelenggaran SPW di SMK adalah untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan dan kreativitas peserta didik yang tidak terbatas pada bidang keahliannya Khurniawan, Rivai, & Turijin, 2019. Sejak dikeluarkannya program ini pada tahun sudah terbentuk tiga angkatan sekolah, namun sosialisasi mengenai program ini belum merata pada setiap sekolah di Indonesia. ...Penelitian ini betujuan untuk menilai pengaruh dimensi personal value terhadap intensi berwirausaha siswa SMK Kiansantang. Rancangan penelitian ini menggunakan cross sectional melalui pendekatan explanatory survey. Pengumpulan data dari 75 orang responden siswa kelas 12 SMK Kiansantag menggunakan kuisioner. Analisis teknik yang digunakan adalah tabel frekuensi dan analisis jalur. Hasil perhiutngan dari personal value secara simultan berpengaruh positif terhadap intensi berwirausaha. Hasil perhitungan secara parsial menunjukkan bahwa dimensi self-direction secara dominan mempengaruhi intensi P. RobbinsSumario The determinants what causes structure? - Organizational design choosing the right structural form - Applications contemporary issues in organization theory - Applications cases in organization theoryEkonomi Pembangunan Edisi ketiga. Yogyakarta. Bagian Penerbitan STIE YKPNA LincolinLincolin A. 1997. Ekonomi Pembangunan Edisi ketiga. Yogyakarta. Bagian Penerbitan STIE YKPN. OECD. 2017. Education at a Glance orientation pada industri kreatif di jawa timur dan Pengaruhnya terhadap pertumbuhan perusahaan. SkripsiP SetiawanSetiawan P. 2010. Entrepreneurial orientation pada industri kreatif di jawa timur dan Pengaruhnya terhadap pertumbuhan perusahaan. Skripsi. Universitas Kristen Terjemahan. Jakarta Penerbit ErlanggaJaf StonerStoner JAF. 1996. Manajemen Terjemahan. Jakarta Penerbit Makro Ekonomi. Jakarta. Raja Grafindo PersadaS SukirnoSukirno S. 2005. Pengantar Makro Ekonomi. Jakarta. Raja Grafindo Snapshot of Indonesian Entrepreneurship and Micro, Small, and Medium Sized Enterprise DevelopmentUsaidUSAID. 2012. "A Snapshot of Indonesian Entrepreneurship and Micro, Small, and Medium Sized Enterprise Development." 100% found this document useful 1 vote104 views13 pagesDescriptionprogram pengembangan kewirausahaanOriginal Titleprog pengembangan kewirausahaanCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 1 vote104 views13 pagesProg Pengembangan KewirausahaanOriginal Titleprog pengembangan kewirausahaanJump to Page You are on page 1of 13 You're Reading a Free Preview Pages 6 to 12 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Program Pengembangan Unit Produksi KewirausahaanJumlahBUTIR PENILAIANSKORKOMPONENMerencanakanpengembangankewirausahaanRKAS beaya untuk inovasi pembelajaran dan ke-TU-anKepala Sekolahmemfasilitasi siswa untukmenumbuhkan keterampilanberpikir dan bertindakkreatif, produktif, kritis,mandiri, kolaboratif, dankomunikatif melaluipengalaman pembelajaranRPP yang memuat rencana pembelajaran untukmenumbuhkan keterampilan berpikir dan bertindakkreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, inovasi yangbergunaMemberdayakan peran sertamasyarakat dan membangunkemitraan dengan lembagalain yang relevan dalammelakukan berbagai kegiatanpengelolaan pendididkanPengembangan UnitProduksi Kewirausahaan,dan/atau PemaganganDokumen Laporan memuat pelaksanaan dan hasilProgram Pengembangan Unit Produksi KewirausahaanMelaksanakan EvaluasiProgram PengembanganKewirausahaanLaporan Hasil Evaluasi Program PengembanganKewirausahaan, yang memuat hasil evaluasi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar peserta didik di SDK Penabur dalam pelaksanaan program kewirausahaan terutama dalam penguasaan ketrampilan skills dan karakter serta perolehan nilai dalam ujian nasional. Penelitian ini menggunakan metode evaluasi dengan pendekatan kualitatif. Design model dalam penelitian ini menggunakan model CIPP. Penelitian ini dilaksakan di SDK Penabur wilayah Jabodetabek. Hasil menunjukkan tiga aspek yang dievaluasi yakni hasil belajar siswa, respon orang tua, dan respon siswa. Pada aspek hasil belajar, semua kriteria dinyatakan telah terpenuhi. Adapun aspek respon orang tua dan siswa terdapat beberapa kriteria yang belum sesuai yakni kriteria orang tua dan siswa yang memahami hakekat, maksud dan manfaat dari penyelenggaraan program entrepreneurship. Implikasi dalam penelitian ini, diharapkan program entrepreneurship berdampak pada motivasi belajar siswa dan membudayakan kecakapan life skill siswa sekolah dasar Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 Jurnal Basicedu Volume 3 Nomor 3 Tahun 2019 Halaman 861-869 JURNAL BASICEDU Research & Learning in Elementary Education EVALUASI PROGRAM KEWIRAUSAHAAN DI SDK PENABUR Gendis Woro Pawestri1, M. Syarif Sumantri2, Erry Utomo3 Universitas Negeri Jakarta, Indonesia Email Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar peserta didik di SDK Penabur dalam pelaksanaan program kewirausahaan terutama dalam penguasaan ketrampilan skills dan karakter serta perolehan nilai dalam ujian nasional. Penelitian ini menggunakan metode evaluasi dengan pendekatan kualitatif. Design model dalam penelitian ini menggunakan model CIPP. Penelitian ini dilaksakan di SDK Penabur wilayah Jabodetabek. Hasil menunjukkan tiga aspek yang dievaluasi yakni hasil belajar siswa, respon orang tua, dan respon siswa. Pada aspek hasil belajar, semua kriteria dinyatakan telah terpenuhi. Adapun aspek respon orang tua dan siswa terdapat beberapa kriteria yang belum sesuai yakni kriteria orang tua dan siswa yang memahami hakekat, maksud dan manfaat dari penyelenggaraan program entrepreneurship. Implikasi dalam penelitian ini, diharapkan program entrepreneurship berdampak pada motivasi belajar siswa dan membudayakan kecakapan life skill siswa sekolah dasar. Kata Kunci Evaluasi Program, entrepreneurship, siswa sekolah dasar. Abstract This study aims to determine the learning outcomes of students in SDK Penabur in the implementation of entrepreneurship programs especially in mastering skills and character as well as obtaining scores in national examinations. This study uses an evaluation method with a qualitative approach. The design model in this study used the CIPP model. This research was conducted at SDK Penabur in the Jabodetabek area. The results show three aspects evaluated, namely student learning outcomes, parental responses, and student responses. In aspects of learning outcomes, all criteria are stated to have been fulfilled. The aspects of the response of parents and students are several criteria that are not yet appropriate, namely the criteria of parents and students who understand the nature, purpose and benefits of implementing entrepreneurship programs. The implication in this study is that entrepreneurship programs are expected to have an impact on students' learning motivation and cultivate the skills of life skills of elementary school students. Keywords Program Evaluation, entrepreneurship, elementary school students. Jurnal Basicedu Prodi PGSD FIP UPTT 2019  Corresponding author Address ISSN 2580-3735 Media Cetak Email ISSN 2580-1147 Media Online Phone - 861 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur – Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 PENDAHULUAN Adanya perkembangan dan kebutuhan diadakannya revisi Kurikulum 2013 pada satuan pendidikan di Indonesia. Hal itu dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan dan menyiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan di masa depan. Karakteristik guru abad 21 ke dalam 5 kategori, yaitu 1 mampu memfasilitasi dan menginspirasi belajar kreatifitas peserta didik 2 merancang dan mengembangkan pengalaman belajar dan assesmen era digital 3 menjadi model cara belajar dan bekerja di era digital 4 mendorong dan menjadi model tanggung jawab dan masyarakat digital 5 berpartisipasi dalam pengembangan dan kepemimpinan. Daryanto & Karim, 20173. Menurut OECD, 2015, merekomendasikan bahwa negara-negara harus memiliki muatan pelajaran kewirausahaan di semua tingkat pendidikan. Pembelajaran yang terintegrasi dengan pendidikan kewirausahaan tidak hanya terbatas pada konteks kognisi, tetapi juga mewujudkan sumber daya manusia yang memiliki life skills yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari di masa mendatang. Kecakapan hidup yang telah dimiliki peserta didik diperoleh tidak sebatas pengetahuan saja yang dihafalkan tetapi juga paham bagaimana cara menggunakan pengetahuan tersebut untuk memecahkan permasalahan sehari-hari Kasapoglu, Didin, & Life, 2019; Kurtdede-fidan, 2018. Kewirausahaan entrepreneurship menjadi salah satu program utama yang dicanangkan pemerintah Indonesia dalam bidang pendidikan saat ini. Hal ini dilakukan untuk dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan stabilitas perekonomian bangsa yang berdampak pada pencapaian kesejahteraan masyarakat. Entrepreneurship sebagai proses seseorang atau sekelompok orang memikul resiko ekonomi untuk menciptakan organisasi baru yang akan mengeksploitasi teknologi baru atau proses inovasi yang menghasilkan nilai untuk orang lain Wijatno, 2009. Menurut Pearson, 2014, entrepreneurship terdapat empat aspek dasar ; 1 entrepreneurship melibatkan proses penciptaan, artinya menciptakan sesuatu yang baru 2 entrepreneurship memerlukan waktu dan usaha, para entrepreneur selalu menghargai waktu dan berusaha menciptakan sesuatu yang baru secara maksmal menjadi pedoman dalam proses kegiatan 3 entrepreneurship memiliki resiko tertentu, bentuk resiko pada area ini antara lain resiko keuangan, resiko psikologi dan resiko sosial 4 entrepreneurship melibatkan imbalan sebagai entrepreneur , imbalan yang paling penting adalah indepedensi, diikuti oleh kepuasan pribadi Wijaya,2017. Entrepreneur merujuk pada pribadi yang berani dalam menciptakan sesuatu serta berani mengambil segala resiko dalam proses entrepreneurship Kuswantoro,2014. Kewirausahaan memiliki tiga indikator utama, yaitu berpikir sesuatu hal yang baru kreatif, bertindak melakukan sesuatu yang baru inovatif, serta ingin menciptakan nilai tambah Wijaya, 2017. Secara sederhana arti wirausahawan entrepreneur adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan Rajawali, 200916. Berdasarkan arti tersebut, peserta didik diajarkan juga untuk berani mengambil resiko dalam mempraktekkan kegiatan entrepreneurship, sekalipun hasilnya kurang maksimal setidaknya mereka mau mencoba membuatnya. Praktik pendidikan kewirausahaan, seringkali diusulkan bahwa pembelajaran dalam pendidikan kewirausahaan harus dilakukan melalui proses kewirausahaan mirip dengan bagaimana pengusaha belajar. Pedagogik yang diterapkan pada pendidikan kewirausahaan harus dibangun di 862 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur – Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 atas peran aktif peserta didik dalam proses pembelajaran. Informasi harus dibuat secara kolaboratif, dan kegagalan harus diterima sebagai bagian dari proses pembelajaran. Metode kerja harus mengaktifkan proses dan refleksi pembelajaran yang dibagikan peserta didik Plum, 2014; Shavinina, 2013; Ruskovaara &Pihkala, 2015 Perkembangan anak sejak lahir sampai dewasa mengalami tiga periode lamanya yang didasarkan atas gejala perkembangan jasmani dan masing-masing tujuh tahun, yaitu Fase I dari 0 sampai 7 tahun, masa anak kecil ke masa bermain. Fase II dari 7-0 sampai 14 tahun, masa anak belajar atau masa sekolah rendah. Fase III dari 14 sampai 21tahun, masa remaja atau pubertas Syah, 2010186. Fase II inilah peserta didik sekolah dasar mengisi masa belajarnya dengan mengembangkan jiwa kewirausahaannya di sekolah. Dengan harapan, peserta didik memberikan ide-ide kreatif yang dimilikinya Anderson & Jeffery, 1998 . Sekolah dasar di Jakarta yang telah mengintegrasikan pendidikan kewirausahaan dengan kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran, salah satunya adalah yayasan BPK Penabur. Dalam lima tahun terakhir ini BPK Penabur menjalankan program Entrepreneurship di beberapa cabang sekolah, pada jenjang sekolah dasar. Pelaksanaan pendidikan yang berwawasan kewirausahaan ditandai dengan proses pembentukan kecakapan hidup life skill pada peserta didiknya melalui kurikulum terintegrasi yang dikembangkan di sekolah. Adapun masalah dalam penelitian ini ialah, bagaimana hasil belajar peserta didik di SDK Penabur dalam pelaksanaan program kewirausahaan terutama dalam penguasaan ketrampilan skills dan karakter serta perolehan nilai dalam ujian nasional. METODE Penelitian evaluatif ini dilaksakan di SDK Penabur wilayah Jabodetabek. Sekolah ini dipilih karena baru melaksanakan program entrepreneurship selama 5 tahun terakhir. Penelitian evaluatif ini secara khusus bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang terkait dengan keterlaksanaan program entrepreneurship di SDK Penabur Jakarta. Pelaksanaan penelitian ini menggunakan metode evaluasi dengan pendekatan kualitatif. Model evaluasi CIPP yang dikembangkan oleh Stufflebeam ini merupakan model evaluasi yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator. CIPP adalah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu Context evaluation, Input evaluation, Process evaluation, dan Product evaluation. Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. HASIL DAN PEMBAHASAN BPK Penabur adalah salah satu Yayasan Pendidikan yang memiliki perhatian tinggi terhadap pendidikan entrepreneurship. Hal ini ditunjukkan melalui pelaksanaan program entrepreneurship di beberapa cabang sekolah, pada jenjang sekolah dasar. Menurut keterangan Kepala Sekolah SDK Penabur Kota Wisata, sekolah yang pertama kali melaksanakan program entrepreneurship di lingkungan Penabur adalah SDK Bintaro Jaya dan SDK 9 Penabur yang ada di Harimun. Implementasi program entrepreneurship ini kemudian berkembang ke sekolah-sekolah lain seperti SDK Depok, SDK Bekasi, SDK Jababeka dan SDK Kota Wisata. 863 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur – Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 Agar mengevaluasi program unggulan yang dimiliki oleh Penabur khususnya yang diselenggarakan di SDK Penabur Kota Wisata, maka dilakukanlah kajian terhadap tiap-tiap komponen dalam program tersebut meliputi konteks, input, proses, dan produk/ hasil penyelenggaraan program unggulan tersebut. Proses evaluasi pada konteks program entreprenurship di SDK Penabur Kota Wisata ini berfokus pada landasan program, visi dan misi sekolah, serta tujuan dan sasaran yang akan dicapai dari keberlangsungan program tersebut di sekolah. Evaluasi pada konteks program entreprenurship berupaya memberikan gambaran dan rincian terhadap kebutuhan sekolah yang ingin dipenuhi serta tujuan yang ingin dicapai goals. Hasil wawancara bersama Kepala Sekolah, diperoleh keterangan bahwa landasan utama dari diselenggarakannya program entreprenurship ini terdiri dari dua hal, yakni kebutuhan sekolah dan arahan formal berupa visi dan misi sekolah. Program entreprenurship yang diselenggarakan sejak 5 tahun belakangan ini didasari pada kebutuhan sekolah untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki karakter kreatif, inovatif, mandiri, berani, bertanggung jawab dan pantang menyerah. Melalui penanaman kualitas-kualitas entreprenurship sejak dini diharapkan siswa kelak dapat menghadapi tantangan dan peluang yang semakin tinggi intensitasnya pada era sekarang ini. Selain itu, hasil wawancara bersama guru mengungkapkan bahwa guru memiliki pemahaman yang sama akan hakekat dan tujuan dilaksanakannya program entreprenurship yakni untuk membentuk karakter peserta didik bukan sekedar untuk mencari uang, berdagang, atau menjadi pengusaha. Pemikiran di atas secara langsung bersesuaian dengan pernyataan visi yang diusung oleh SDK Penabur yakni, “terwujudnya sekolah berdasarkan nilai-nilai Kristiani dengan membangun SDM yang terdidik, berkarakter, serta berkompeten untuk meraih masa depan yang penuh harapan”. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SDK Penabur Kota Wisata, program entreprenurship sangat relevan untuk diselenggarakan demi mencapai visi yang telah ditetapkan oleh sekolah terutama pada aspek pembentukan karakter dan kompetensi masa depan. Selain itu, program entreprenurship turut melibatkan para pemangku pementingan dalam setiap kegiatannya. Hasil wawancara bersama Kepala Sekolah mengungkapkan bahwa di antara pemangku kepentingan yang terlibat dalam kegiatan entreprenurship adalah pihak yayasan dan orang tua melalui komite sekolah. Yayasan memiliki peran penting dan signifikan bagi terselenggaranya program entreprenurship di SDK Penabur. Berdasarkan data yang diperoleh dari kepala sekolah dan membandingkannya dengan kritera evaluasi dapat dibuktikan bahwa peran yayasan telah sesuai dengan criteria. Selain yayasan, pihak yang berperan dalam pelaksanaan program entreprenurship adalah Komite Sekolah. Komite Sekolah pada dasarnya memiliki peran sebagai pemberi pertimbangan, pendukung, pengontrol, dan penghubung antara sekolah dengan orang tua murid. Salah satu guru yang diwawancarai menjelaskan bahwa SDK Penabur Kota Wisata memiliki struktur Komite Orang Tua Murid. Meski terdapat keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan entreprenurship seperti memberi dukungan property, peran Komite dinilai belum terlalu signifikan. Komite baru dilibatkan hanya pada saat-saat tertentu khususnya ketika akan diselenggarakan suatu event namun kurang dilibatkan secara aktif dalam rapat-rapat pengambilan keputusan dalam pelaksanaan program. Artinya jika dibandingkan dengan criteria evaluasi maka peran yang dijalankan oleh Komite belu 864 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur – Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 Meski begitu, Kepala Sekolah menjelaskan bahwa telah disusun upaya-upaya spesifik untuk meningkatkan peran dan keterlibatan pemangku kepentingan khususnya dari kalangan orang tua murid. Kepala Sekolah menyatakan bahwa mulai tahun ini SDK Penabur Kota Wisata telah mengajak orang tua siswa untuk menyusun proyek-proyek entreprenurship bersama siswa dalam satu tahun ke depan. Proses evaluasi pada input/ masukan program entreprenurship di SDK Penabur Kota Wisata ini berfokus pada prosedur rekruitmen peserta didik, rekruitmen tenaga pendidik, pengembangan kurikulum, ketersediaan sarana dan prasarana sekolah, pengelolaan dan pembiayaan dalam pelaksanaan program kewirausahaan di SDK BPK Penabur. Kualitas input suatu program bergantung pada mekanisme dan prosedur organisasi dalam menerima masukan. Hasil wawancara bersama Kepala Sekolah dan Guru, rekrutmen peserta didik di SDK Penabur Kota Wisata memiliki mekanisme rekrutmen siswa baru. Berdasarkan dokumen yang ditunjuk oleh Kepala Sekolah, di antara mekanisme tersebut harus memenuhi syarat administrative dan akademis. Syarat administrative memuat identitas diri siswa dan pengisian formulir pendaftaran. Pemenuhan syarat akademis memiliki dua cara. Bagi siswa dalam dari TK Penabur yang hendak melanjutkan pendidikannya di SDK Penabur bisa masuk tanpa tes dan observasi sedangkan siswa luar diharuskan mengikuti proses observasi, tes psikologi dan tes materi Dasar Matematika dan Bahasa Indonesia. Proses observasi dan tes yang dilaksanakan ditujukan untuk memperoleh calon siswa potensial. Kepala Sekolah menjelaskan bahwa criteria potensial di sini tidak berarti mempersyaratkan kemampuan akademik yang tinggi dari calon peserta didik, melainkan cukup dengan mengambil tingkat kemampuan anak secara rata-rata. Selain itu, tidak ada persyaratan usia khusus bagi calon siswa baru. Persyaratan usia mengikuti kebijakan dan aturan dari pemerintah. Pihak Penabur menegaskan bahwa tidak ada pengelompokkan siswa berdasarkan tingkat kemampuan akademisnya setiap anak dikelompokkan ke dalam masing-masing kelas secara acak random. Berdasarkan hasil penelitian dan membandingkannya dengan kriteria evaluasi yang ditetapkan maka prosedur rekrutmen siswa baru dinyatakan sesuai dengan kriteria kebijakan dari Penabur. Artinya terdapat kesesuaian antara temuan di lapangan dengan kriteria evaluasi yang ditetapkan. Pada aspek kurikulum, keberhasilan program entreprenurship yang terintegrasi dengan kurikulum 2013 dapat diketahui melalui kesesuaiannya dengan pedoman penyusunan kurikulum. Dokumen kurikulum di SDK Penabur Kota Wisata menunjukkan bahwa program entreprenurship dilaksanakan secara tematik dan terintegrasi dengan kurikulum 2013 pada semua mata pelajaran khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, SBDP, dan Olahraga. Kepala Sekolah menjelaskan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara program entreprenurship yang menjadi identitas dari SDK Penabur dengan sekolah-sekolah entreprenurship yang lain. Penabur memiliki satu tema besar yang menjadi payung bagi sekolah-sekolah entreprenurship dimana masing-masing sub tema yang dikembangkan oleh masing-masing sekolah dapat saling berkombinasi dan menghasilkan kreativitas yang luar biasa. Pada tahun ini, misalnya, Penabur menetapkan Go Green sebagai payung besar dari tema program entreprenurship-nya . Melalui payung besar ini, sekolah-sekolah entreprenurship di lingkungan penabur dituntut untuk mengembangkan proyek dan hasil yang variatif dan tidak sama meskipun berada dalam satu tema besar yang sama. Go green yang di kota 865 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur – Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 wisata, misalnya, akan berbeda kegiatan dan hasil kegiatannya dengan berbeda dengan Go Green yang ada di Bintaro Jaya. Berdasarkan keterangan tersebut dapat dinyatakan bahwa tema dalam kurikulum entreprenurship sesuai dengan kriteria evaluasi yakni memiliki keunikan dan ciri khas yang memebdakan SDK Penabur dengan sekolah-sekolah entreprenurship yang lain. Data yang diperoleh dari informan kunci menunjukkan bahwa SDK Penabur memiliki mekanisme evaluasi pada setiap jenjang. Evaluasi dilakukan secara hierarkies, mulai dari evaluasi oleh masing-masing guru pada tiap jenjang kemudian dilakukan evaluasi bersama Kepala Sekolah dan Wakil. Kepala Sekolah menjelaskan bahwa evaluasi atas program entreprenurship dilakukan melalui kegiatan “Jumatan” yang dilaksanakan satu kali dalam satu pean. Namun, karena masih ada kendala pada proses penjadwalan maka waktu evaluasi masih bersifat fleksibel dalam rentang waktu satu kali dalam satu pekan. Data ini terkonfirmasi oleh dokumen presensi kegiatan evaluasi yang dilaksanakan dalam rentang waktu satu minggu sekali. Temuan di atas sesuai dengan kriteria evaluasi yakni adanya mekanisme evaluasi pada setiap kegiatan entreprenurship. Program entreprenurship menyasar pada kompetensi dan keahlian yang spesifik oleh sebab itu juga mensyaratkan criteria tenaga pengajar yang juga memiliki keahlian yang spesifik. Atas dasar pemikiran tersebut, peneliti menetapkan profil dan proses rekrutmen yang sesuai kebutuhan program sebagai salah satu kriteria keberhasilan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah tidak dijumpai adanya syarat khusus bagi calon tenaga pendidik. Rekrutmen guru di sekolah entreprenurship SDK Penabur dijalankan sebagaimana sekolah-sekolah lain dilingkungan Penabur. Artinya, tidak ada ketentuan atau syarat-syarat khusus bagi calon tenaga pendidik. Keterangan ini menunjukkan bahwa mekanisme perekrutan guru baru di SDK Penabur tidak sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Meski begitu, guru baru di SDK Penabur akan diikutkan ke dalam pelatihan-pelatihan. Pelatihan yang diberikan meliputi seminar, workshop entreprenurship, hingga personal development atau pengembangan diri. Pelatihan yang diberikan untuk guru baru dilaksanakan setelah proses rekrutmen sedangkan pelatihan guru secara keseluruhan diberikan dua kali yakni satu kali di awal tahun dan satu kali di pertengahan tahun. Sarana prasarana memiliki peran yang sangat penting bagi keberlangsungan suatu program pendidikan. Sarana dan prasarana memuat sejumlah criteria yang harus dipenuhi agar program pendidikan dapat terselenggaran secara efektif. Kriteria pertama adalah ketersediaan sarana prasarana dalam mendukung keberlanjutan program entreprenurship. Hasil evaluasi di atas menunjukkan bahwa sarana prasarana SDK Penabur sudah memadai dan sesuai dengan criteria evaluasi. Penyusunan anggaran dan pembiayaan SDK Penabur dilaksanakan secara mandiri oleh masing-masing sekolah berdasarkan tingkat kebutuhan. Kepala Sekolah menjelaskan bahwa yang berwenang menyusun anggaran sekolah adalah Kepala Sekolah dan disusun berdasarkan tingkat kebutuhan program selama satu tahun. Anggaran tersebut kemudian diajukan, disahkan dan dialokasikan ke masing-masing sekolah oleh Yayasan. Kriteria keberhasilan selanjutnya adalah adanya dukungan pemerintah yang ditunjukkan dengan adanya bantuan operasional khusus yang menunjang kegiatan entrepreneurship. Menurut temuan di lapangan dan pernyataan Kepala Sekolah sama sekali tidak ada intervensi dan bantuan operasional apapun dari pemerintah. Kenyataan ini menunjukkan bahwa SDK Penabur 866 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur – Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 belum memenuhi salah satu criteria keberhasilan yakni adanya bantuan operasional dari pemerintah. Evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana apakah sesuai dengan rencana. Hal itu dilakukan dikarenakan ketika sebuah program telah disetujui dan dimulai, maka dibutuhkanlah evaluasi proses dalam menyediakan umpan balik feedback bagi orang yang bertanggung jawab dalam melaksanakan program tersebut. Pada aspek ini peneliti mengevaluasi beberapa criteria keberhasilan di antaranya dilaksanakannya kegiatan eksplorasi, observasi, penemuan gagasan, dan formulasi gagasan dalam proses pembelajaran. Pelaksanan discovery juga terbukti telah memenuhi criteria observasi. Kenyataan ini terkonfirmasi melalui kajian terhadap RPP dan pengamatan di kelas. Guru selalu member perbandingan di kelas antara konsep yang dipelajari siswa di kelas dengan potret-potret kenyataan empiris yang disampaikan ke dalam contoh dan permisalan yang menarik. Menurut hasil pengamatan di kelas didapati keterangan yang menunjukkan bahwa gagasan yang diformulasikan oleh siswa pada aspek sebelumnya dikembangkan ke dalam proyek entrepreneurship dengan melahirkan produk kreatif berupa pengolahan bahan bekas yang ramah lingkungan. Gagasan ini kemudian ditindaklanjuti dengan menelusuri tahap-tahap yang harus dilewati untuk mengolah bahan bekas dan melakukan perkiraan biaya dan manfaat dari proyek pengolahan bahan bekas tersebut. Berdasarkan hasil observasi di atas diperoleh keterangan bahwa aspek design telah memenuhi masing-masing criteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Melalui hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa setelah merancang proyek entrepreneurship siswa diminta oleh guru untuk menetapkan standar berupa waktu penyelesaian, prosedur berupa tata cara menyelesaikan, dan kemudian mengkomunikasikan karya inovatif yang dibuat siswa melalui presentasi di depan keterangan di atas diketahui bahwa aspek “do” telah memenuhi criteria keberhasilan yang ditetapkan. Pada aspek ini peneliti mengevaluasi beberapa criteria keberhasilan di antaranya dilaksanakannya kegiatan merangkum, merefleksi, menerima umpan balik, dan menindaklanjuti hasil pembelajaran. Selama melakukan proses observasi terhadap proses pembelajaran di SDK Penabur Kota Wisata peneliti melihat adanya proses evaluasi yang dilakukan oleh guru. Proses evaluasi dilakukan untuk member perbaikan-perbaikan terhadap proses dan hasil yang diperoleh siswa selama melaksanakan proyek entrepreneurship secara tematik dan terintegrasi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan entrepreneurship pada aspek evaluasi juga memenuhi criteria keberhasilan. Evaluasi produk bertujuan mengukur dan mengintrepretasikan capaian-capaian program. Evaluasi produk menunjukkan perubahan-perubahan yang terjadi pada input. Aspek hasil belajar memuat beberapa criteria keberhasilan di anataranya adalah mekanisme pelaporan hasil belajar dan tingkat perkembangan peserta didik. Menurut keterangan Kepala Sekolah SDK Penabur Kota Wisata, mekanisme pelaporan hasil belajar entrepreneurship tidak memiliki perbedaan dengan sekolah lain yakni melalui pembagian raport. Kepala Sekolah dan beberapa guru yang diwawancarai sepakat bahwa trend perkembangan hasil belajar peserta didik sangat dinamis karena beragamnya minat dan bakat peserta didik ke dalam berbagai tema dan mata pelajaran. Meski begitu trend menunjuk pada arah yang positif dimana siswa keas 6 SDK Penabur 867 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur – Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 entrepreneurship memiliki daya saing yang tinggi. Ini terbukti dengan semakin tingginya jumlah peserta didik yang mampu bersaing di tingkat selanjutnya. Hasil temuan evaluasi di atas menunjukkan bahwa evaluasi produk pada aspek hasil belajar telah memenuhi criteria keberhasilan yang ditetapkan. Berdasarkan hasil temuan penelitian SDK Penabur Kota Wisata telah menetapkan landasan formal yang jelas berupa buku pedoman, prosedur, dan petunjuk teknis pelaksaan program entrepreneurship di sekolah. Inti dari tujuan diselenggarakannya program entrepreneurship di sana bukan untuk mengarahkan jalan hidup siswa agar menjadi pengusaha melainkan untuk membentuk karakter siswa yang kreatif, inovatif, mandiri, berani mengambil risiko, dan bertanggungjawab. Temuan tersebut juga diperkuat oleh Gofen & Blomqvist, 2013; Hegarty & Jones, 2008; Siregar, 2018 yang menegaskan bahwa program entrepreneurship dikreasikan atas dasar kebutuhan yang tinggi akan pembentukan karakter peserta didik yang memiliki kualitas entrepreneurship sebagaimana yang telah disebutkan di atas karena munculnya tantangan-tantangan baru sebagai konsekuensi atas bergeraknya revolusi industri global menuju generasi ke empat. Selain daripada itu, hasil studi dokumen menunjukkan bahwa penyelenggaraan program entrepreneurship sejalan dan selaras dengan visi dan misi yang diusung oleh SDK Penabur. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kurikulum di SDK Penabur Kota Wisata adalah kurikulum nasional plus dimana di dalam kurikulum 2013 diintegrasikan sejumlah muatan-muatan entrepreneurship yang tersaji dalam format tematik. Meski memiliki sejumlah perbedaan mendasar dari sisi konsepsional dan teknis dengan sekolah regular, sekolah entrepreneurship khususnya SDK Penabur Kota Wisata mengaku tidak menjumpai kesulitan yang berarti baik dalam menyusun maupun mengimplementasikan kurikulum ke dalam pembelajaran di kelas. Hasil wawancara bersama Kepala Sekolah dan guru juga menunjukkan bahwa masih ada beberapa masalah dan kendala yang dihadapi Penabur dalam menyelenggarakan program entrepreneurship yakni manajemen waktu, kapasitas tenaga pendidik, dan kemampuan siswa. Pada aspek manajemen waktu, Kepala Sekolah dan guru menyatakan masih sangat kesulitan membagi waktu secara efektif antara mengejar ketuntasan materi dengan melaksanakan program entrepreneurship. Kesulitan-kesulitan dalam membagi waktu ini berdampak pada penyelesaian materi yang tidak tuntas sehingga dikhawatirkan akan memberi kerancuan pada siswa dalam memahami hakekat dan tujuan diselenggarakannya program entrepreneurship itu sendiri Connor & Connor, 2015; Plum, 2014. Kendala lain adalah dari segi kapasitas tenaga pendidik dan terdapatnya kerancuan pemahaman orang tua siswa dan siswa akan hakekat dan tujuan dari penyelenggaraan program entrepreneurship. Hal ini diperkuat oleh Lee & Lai, 2010; Longman et al., 2015; Schmitt, 2004 yang menyatakan bahwa kolaboratif dalam pelaksanaan entrepreneurship akan merasa nyaman jika kemitraan seperti peran orang tua dan lingkungan yang mendukung SIMPULAN Berdasarkan hasil evaluasi program entrepreneurship di SDK Penabur dengan menggunakan model CIPP diperoleh kesimpulan sebagai berikut Pada komponen konteks terdapat satu aspek tidak sesuai dengan satu kriteria yang ditetapkan yaitu peran pemangku kepentingkan sedangkan dua 868 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur – Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 aspek lainnya telah sesuai dengan yang ditetapkan. Pada komponen input pada aspek peserta didik terdapat kriteria yang tidak terpenuhi yaitu adanya batasan usia peserta didik. Sedangkan pada aspek kurikulum ada satu kriteria yang tidak terpenuhi yaitu adanya pemantauan dari dinas pendidikan. Pada aspek tenaga pendidikan kriteria yang tidak terpenuhi adalah adanya persyaratan khusus bagi calon tenaga pendidik. Aspek pembiayaan tidak memenuhi kriteria tidak adanya pembiayaan dari pemerintah. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua kriteria sarana prasarana dinyatakan telah sesuai. Pada komponen proses hasil evaluasi menunjukkan bahwa masing-masing aspek seluruhnya telah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Pada aspek produk semua kriteria dinyatakan telah terpenuhi. Adapun aspek respon orang tua dan siswa terdapat beberapa kriteria yang belum sesuai yakni kriteria orang tua dan siswa yang memahami hakekat, maksud dan manfaat dari penyelenggaraan program entrepreneurship. DAFTAR PUSTAKA Daryanto, & Karim, S. 2017. Pembelajaran Abad 21. Jakarta Gava Media. et al. Teaching and Teacher Education, 64291-304,2017. Diakses dari Anderson, K., & Jeffery, V. 1998. What Are Good Child Outcomes ? Education Resources Information Center, 1–40. Connor, D. O., & Connor, D. O. 2015. The golden thread educator connectivity as a central pillar in the development of creativity through childhood education . An Irish life history study history study. International Journal of Primary, Elementary and Early Years Education ISSN, 313, 1–12. Daryanto, & Karim, S. 2017. Pembelajaran Abad 21. Jakarta Gava Media. Gofen, A., & Blomqvist, P. 2013. Parental entrepreneurship in public education a social force or a policy problem ? Journal of Education Policy, 294, 546–569. Hegarty, C., & Jones, C. 2008. Graduate entrepreneurship more than child ’ s play. Emerald, 507, 626–636. Kasapoglu, K., Didin, M., & Life, M. 2019. Life Skills as a Predictor of Psychological Well-Being of Pre-Service Pre-School Teachers in Turkey. International Journal of Contemporary Educational Research Volume, 61, 70–85. Kurtdede-fidan, N. 2018. Life Skills from the Perspectives of Classroom and Science Teachers. International Journal of Progressive Education, 141, 32–55. Lee, L., & Lai, C. 2010. An Exploratory Survey of Prospective Childcare Givers ’ Entrepreneurial Potential in Taiwan. In International Conference on Business and Information pp. 1–11. Kitakyushu, Japan. Longman, P., Mundy, L., Black, R., Bornfreund, L., Byrum, G., Cramer, R., … Mccarthy, M. A. 2015. The Case for Building a Social Policy Centered on Families. In Family Centered Social Policy pp. 1–22. OECD. 2015. PISA 2015 Results Volume IV Students’ Financial Literacy Vol. IV. Pearson, R. 2014. Social Enterprises and Social Sector Workforces. In Workforce Initiatives Discussion pp. 1–4. Social Change Group. Plum, M. 2014. A globalised’ curriculum – international comparative practices and the preschool child as a site of economic optimisation. Studies in the Cultural Politics OfEducation, 354, 570–583. Rajawali. 2009. Kewirausahaan. Jakarta Rajawali Pers. Ruskovaara, E., & Pihkala, T. 2015. Entrepreneurship Education in Schools Empirical Evidence on the Teacher’s Role. The Journal of Educational Research, 1083, 236–249. 869 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur – Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 Schmitt, E. 2004. Pathways to successful entrepreneurship Parenting , personality , early entrepreneurial competence , and interests, 65, 498–518. Shavinina, L. 2013. How to develop innovators ? Innovation education for the gifted. Gifted Education International, 291, 54–68. Siregar, Y. E. Y. 2018. Self Regulation , Emotional Intelligence acWith Character Building In Elementary School. In Advances in Social Science, Education and Humanities Research Vol. 251, pp. 315–318. Atlantis Press. Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung PT. Remaja Rosdakarya. Wijatno, S. 2009. Pengantar Entrepreneurship. Jakarta PT. Grasindo. Wijaya, D. 2017. Pendidikan Kewirausahaan. Yogyakarta Pustaka Belajar. ... Penelitian yang dilakukan oleh Pawestri et al., 2020 menyatakan bahwa landasan utama agar diadakannya program kewirausahaan di sekolah adalah kebutuhan sekolah dan arahan formal berupa visi dan misi sekolah. Dari sini diketahui bahwa perangkat sekolah berperan sangat besar untuk dapat menciptakan kesempatan agar siswa dapat menerima pendidikan kewirausahaan di sekolahnya. ... Dadan NugrahaMeida Arriwani WulandariEpa YuningsihNovi SetianiPendidikan kewirausahaan mendidik peserta didik untuk memiliki karakter yang mandiri dan tidak bergantung pada orang lain untuk menjadi pekerja di perusahaan atau bisnis orang lain. Siswa yang memiliki karakter berwirausaha pun akan dapat memandang sesuatu dengan kritis dan kreatif sehingga selalu dapat melihat peluang dari suatu permasalahan yang terjadi. Penelian ini bertujuan untuk mengkaji mengenai penumbuhan karakter kewirausahaan melalui pengimplementasian pendidikan kewirausahaan di SD Negeri Margaluyu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualiatif deskriptif dengan teknik penelitian wawancara. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di SD Negeri Margaluyu melalui pengembangan diri dengan menerapkan karakter kreatif, mandiri, mampu memecahkan masalah, pantang menyerah, pengelolaan keuangan yang baik, dan bersosialisasi dengan orang banyak.... Sekolah dasar merupakan tempat pembelajaran bagi peserta didik untuk mendapatkan pendidikan karakter, termasuk dalam pembentukan karakter wirausaha Pawestri et al., 2019;Permana et al., 2021. Namun, dalam jenjang pendidikan dasar belum terdapat mata pelajaran kewirausahaan, sehingga karakter wirausaha sebaiknya diinternalisasikan dalam setiap mata pelajaran, latihan ekstra kurikuler, lingkungan, dan budaya sekolah Korhonen et al., 2012. ...Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan pembelajaran kecakapan hidup berbasis karakter kewirausahaan pada jenjang pendidikan dasar. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan sistem coding. Teknik pengumpulan data dalam kajian ini dilakukan melalui observasi dan juga wawancara. Informan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah dan guru di SDN 90 Mattumpu. Analisis data dengan sistem coding dilakukan dalam 2 tahap, yaitu initial coding dan focused coding. Hasil kajian ini menemukan bahwa guru di SDN 90 Mattumpu sudah mengetahui dan memahami pendidikan karakter kewirausahaan dan nilai-nilai kewirausahaan tetapi belum menerapkan secara maksimal. Temuan lain menunjukkan bahwa kepala sekolah dan guru SDN 90 Mattumpu mengakui bahwa nilai-nilai karakter kewirausahaan sangat penting untuk diterapkan kepada siswa-siswa agar mempunyai bekal dasar agar mereka mulai diperkenalkan dan tertarik dengan kegiatan berwirausaha. Pengembangan pembelajaran dalam persepktif pendidikan kewirausahaan pada jenjang pendidikan dasar diarahkan untuk pengembagan berbagai keterampilan akademik dan keterampilan sosial soft skill yang terinternalisasi dalam kecakapan hidup SetiawanPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program kewirausahaan Sekolah Menengah Atas Negeri SMAN di DIY. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan subjek penelitian yakni penanggung jawab program, koordinator program, dan guru kewirausahaan. Penelitian dilaksanakan pada sekolah penyelenggara program kewirausahaan, yaitu SMA Negeri 6 Yogyakarta, SMAN 2 Banguntapan, SMAN 1 Turi, dan SMAN 1 Playen. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, observasi, dan studi dokumen. Uji keabsahan data menggunakan triangulasi sumber. Analisis data menerapkan model interaktif dari Miles, Huberman dan Saldana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 perencanaan program kewirausahaan SMAN di DIY dilakukan dengan penetapan tujuan, perencanaan program, perencanaan pembiayaan, dan perencanaan personil; 2 pelaksanaan program kewirausahaan SMAN di DIY meliputi pengorganisasian, koordinasi, dan implementasi kurikulum; 3 evaluasi program kewirausahaan SMAN di DIY dilakukan pada setiap akhir semester oleh tim kewirausahaan Kasapoğlu Melek DidinThis study aims to investigate the relationship between pre-service pre-school teachers’ life skills and psychological well-being and to determine whether or not various variables related to pre-service pre-school teachers gender, age, grade level, type of instruction, cumulated grade point average, status of taking course about life skills and their life skills significantly predict their psychological well-being. In this quantitative study with correlational design, data were gathered from 391 pre-service pre-school teachers studying at a state university, with 5-point Likert-type Life Skills Scale developed by Bolat and Balaman 2017; 7-point Likerttype Psychological Well-being Scale developed by Diener, Wirtz, Tov, Kim-Prieto, Choi, Oishi and Biswas-Diener 2010 and adapted into Turkish by Telef 2013. Data were analyzed through descriptive statistics, canonical correlation and hierarchical regression. It is concluded that pre-service pre-school teachers’ psychological well-being levels are relatively high and that the life skill they developed most is communication and interpersonal relationships. Canonical correlation results indicate that there is a medium-level relation between life skills and psychological well-being and that psychological well-being is significantly predicted by gender, age, and the following life skills “empathy and self-awareness”, “decision-making and problemsolving”, “creative and critical thinking”. Anahtar Kelimeler Pre-school curriculum, Pre-service pre-school teacher, Psychological well-being, Life skills Yulia Elfrida Yanty SiregarReza RachmadtullahNirwana PohanThis study aims to describe the effect of self-regulation, emotional intelligence to character building in the fourth grade of elementary school. The sample of the study consisted of 150 student's elementary school from Meuraxa districts in Banda Aceh. This research uses Quantitative method with survey method and correlation technique. The result of this research analysis show 1 existence of positive relation of self-regulation with character formation 2 existence positive correlation of emotional intelligence with character building 3 existence positive relation of self-regulation and emotional intelligence with character building. Emotional intelligence is the higher cognitive so that the individual recognizes, understands, and uses emotions involvement in public education is an expression of joint responsibility between parents and the state in which parents are expected to comply with current educational policy. Moreover, parents are often perceived as reactive, whereas the educational administration is seen as proactive, mainly by reducing barriers and establishing mechanisms for parental involvement. Referring to proactive involvement in which parents practice noncompliance while fighting the system, this study conceptualizes parental entrepreneurship.’ The practical aspects of parental entrepreneurship are analyzed based on three well-known manifestations homeschooling, the integration of children with special needs, and parental cooperatives within early childhood education and care. Parental entrepreneurship further exemplifies the blurry boundaries between parents and administration as regards children’s education and demonstrates that the entrepreneurial role parents may play in reforming formal public education. Parental entrepreneurship also illuminates the ongoing renegotiation of the foundations of the social contract between parents and the government, primarily in relation to professionalism, legitimacy, and authority. Eva Schmitt-RodermundPersonality traits and parenting may relate to entrepreneurial competence EC and entrepreneurial interests EI, which both are central elements of Holland's E-type. Three hundred and twenty 10th grade students and 139 small business founders from East Germany were studied using structural equation modeling. Results showed that an entrepreneurial personality low agreeableness and neuroticism, high extraversion, openness, and conscientiousness, and authoritative parenting were linked to adolescent EC in both samples. EC predicted stronger EI, which in turn related to entrepreneurial career prospects in the students, and to an earlier timing of the first business start-up in the founders. Concerning entrepreneurial success, an early start-up and an entrepreneurial personality of the founder were both found to be beneficial. The discussion concentrates on two implications of the findings bank professionals dealing with venture capital loans would profit from a more thorough assessment of personality traits and programs to foster entrepreneurship should address adolescents in addition to is often referred to as being external to education – a state of affairs presenting the modern curriculum with numerous challenges. In this article, globalisation’ is examined as something that is internal to curriculum and analysed as a problematisation in a Foucaultian sense, that is, as a complex of attentions, worries and ways of reasoning, producing curricular variables. The analysis is made through an example of early childhood curriculum in Danish preschool, and the way the curricular variable of the preschool child comes into being through globalisation’ as a problematisation, carried forth by comparative practices such as Programme for International Student Assessment. It thus explores some of the systems of reason that educational comparative practices carry through time, focusing on the ways in which configurations are reproduced and transformed, forming the preschool child as a site of economic V. ShavininaMany people correctly believe that a majority of innovators come from the population of gifted and talented children. If we want to develop innovative abilities of the gifted, then a special, new direction in gifted education is needed innovation education. This article introduces innovation education, which refers to a wide range of educational interventions aimed at identifying, developing, and transforming child talent into adult innovation. Such educational interventions should include, but should not be limited to, the 10 interrelated components. This article describes each of Hegarty Colin JonesPurpose With the unbridled demand for entrepreneurship in higher education, the purpose of this paper is to identify how pedagogy can inhibit students in making the transition to graduate entrepreneurship. Along the way, the concept of what and who is a graduate entrepreneur is challenged. Design/methodology/approach The paper reports upon the pragmatic development of enterprise programmes in Ireland and Australia. Despite different starting points, a convergence of purpose as to what can be realistically expected of enterprise education has emerged. Findings This study reinforces the shift away from commercialisation strategies associated with entrepreneurial action towards developing essential life skills as core to any university programme and key to developing entrepreneurial capacity among students. Despite similar government intervention, university policy and student demand for practical‐based entrepreneurial learning in both cases, graduates tend not to engage in immediate entrepreneurial action due to the lack of fit between their programme of study and individual resource profiles, suggesting that graduate entrepreneurship is more than child's play. Practical implications There are practical implications for educationalists forced to consider the effectiveness of their enterprise teachings, and cautionary evidence for those charged with providing support services for graduates. Originality/value Given the evolutionary approaches used at the University of Tasmania to develop students as “reasonable adventurers” and at the University of Ulster to develop “the enterprising mindset” the paper presents evidence of the need to allow students the opportunity to apply entrepreneurial learning to their individual life experiences in order to reasonably venture into entrepreneurial and Teacher EducationM L et al. Teaching and Teacher Education, 64291-304,2017. Diakses dari Are Good Child Outcomes ? Education Resources Information CenterK AndersonV JefferyAnderson, K., & Jeffery, V. 1998. What Are Good Child Outcomes ? Education Resources Information Center, Exploratory Survey of Prospective Childcare Givers ' Entrepreneurial Potential in TaiwanL LeeC LaiLee, L., & Lai, C. 2010. An Exploratory Survey of Prospective Childcare Givers ' Entrepreneurial Potential in Taiwan. In International Conference on Business and Information pp. 1-11. Kitakyushu, Japan.

dokumen program pengembangan kewirausahaan